Thursday, July 3, 2014

Perjalanan untuk Melupakan (1/2)

Dari dalam rumah, Shot dapat mendengar bunyi mobil mendatangi rumah Janet. Tapi, itu bukan suara mobil Janet. Harapan Shot berubah menjadi kesiagaan. Setelah tiga hari dikurung dirumah, ditinggal oleh Janet yang pergi bekerja, tenaganya untuk siaga tidak dalam keadaan prima. Indra pendengaran dan penciumannya melemah, namun cukup untuk mengetahui bahwa itu bukanlah Janet. Shot berdiri di depan pintu, memandang ke pintu dengan tatapan hitam-putihnya sambil mendengar kunci bergemerincing dan pintu dibuka.

Itu adalah Rachel, saudari dari Janet. Shot cukup mengenalnya, meskipun sudah lama tidak berjumpa. Dia ingat tampangnya, tetapi tidak baunya. Namun, Shot tetap membiarkan Rachel membelainya. Shot menyadari sesuatu: mata Rachel merah dan tangannya bergetar.

"Oh, Shot!" kata Rachel, yang kemudian memeluk Shot. Shot tidak mengerti apa yang terjadi, namun merasakan aura kesedihan yang mendalam dari Rachel. Shot hanya mampu menjilati rambut Rachel selagi Rachel memeluknya.


Rachel melepas pelukannya, dan menepuk kepalanya dengan lembut. Shot mengikuti Rachel ke dapur, dimana Rachel menuang makanan anjing ke dalam mangkok yang sudah tiga hari kosong. Shot memakannya dengan lahap.

Rachel memandangi Shot. Setelah Shot selesai makan, dia duduk di dekat mangkuknya sambil menatapi Rachel. "Shot," kata Rachel sambil memandang ke anjing itu. "Mulai sekarang, kau... kau akan tinggal di rumahku." Kata Rachel sambil tersenyum. Namun, aura kesedihan keluar dari balik senyum Rachel dan Shot bisa merasakannya. Aura tersebut terus terasa di dalam mobil Rachel, sampai ke rumahnya.

Dan aura itu tidak hilang, hanya melemah. Dua hari kemudian, aura tersebut menguat lagi ketika Shot menemani Rachel ke sebuah acara. Di situ, banyak orang yang ia kenal, kebanyakan sanak saudara Janet. Semuanya berpakaian gelap. Di sana dia mencari Janet, namun tidak ada. Jadi dia hanya tiduran di samping kaki Rachel.

Sebuah mobil berwarna hitam datang. Dari dalamnya, sebuah peti kayu dikeluarkan. Shot bangkit dan duduk, dan memandangi peti tersebut. Dia berjalan mendekati peti itu, namun Rachel menahan tali lehernya. Selagi peti tersebut mendekat, Shot mencium baunya. Itu adalah bau Janet. Dalam sekejap, Shot mencerna dan mengerti apa yang sedang terjadi. Dia berusaha berlari mendekati peti tersebut, namun ditahan oleh Rachel. Dia menggeram, menggonggong, dan terkaing-kaing. Dan ketika peti itu dilewatkan di depannya, dia menangis dengan kencang, sambil melompat-lompat ke arah peti itu. Suara tangisan Shot menambah kesedihan di pemakaman itu, membuat orang menangis lebih kencang. Siapa yang sangka, seekor anjing yang menangisi kepergian majikannya.

Setelah pemakaman, Rachel membiarkan Shot duduk dan menangis di makam Janet. Shot menjilat-jilat dan menciumi makam Janet. Dia tidak tahu kejadian yang menimpa Janet, dan tidak perduli. Yang Shot inginkan hanyalah supaya dapat melihat Janet dalam keadaan hidup, dan bermain dengannya.

Setelah beberapa jam, tangisan Shot tidaklah melemah. Rachel terpaksa menariknya dengan paksa. Dari dalam mobil, Shot hanya memandangi makam Janet melalui jendela mobil. Dan sesampainya di rumah Rachel, Shot hanya tertelungkup di lantai, entah memikirkan apa. Dan selama satu hari itu, dia tidak makan dan tidak minum.

Aura kesedihan yang terpancar dari Shot terasa sampai ke Furball, kucing peliharaan Rachel. Sebagai seekor kucing yang tidak tahu apa yang terjadi, Furball mendekati Shot.

"Hei, anjing." Furball menyapa Shot dengan mendengkur. Shot menerima dengkuran itu sebagai geraman, gestur tantangan. Namun dia tidak dalam keadaan ingin bertengkar.

"Pergilah, kucing." kata Shot. "Tidak bisakah kau mengganggu orang lain?"

"Aku memilih untuk mengganggumu. Kesedihanmu terasa sampai lantai dua, kau tahu? Itu mempengaruhi Rachel."

"Kubilang, pergi!!' gonggong Shot.

"Hei!" kata Furball sambil menaikkan bulunya. "Tenang, kawan. Aku tidak ingin bertengkar. Hanya ingin bertanya, apakah kau akan memakan ini?" tanya Furball sambil mendekati mangkuk makanan Shot.

"Makan saja. Aku tidak lapar. Setelah itu, enyahlah." kata Shot sambil tertelungkup di lantai, memandangi Furball memakan makanannya.

"Hmm. Tidak terlalu enak, tidak seperti makananku. Tapi apa yang kau harapkan dari makanan anjing." kata Furball sambil menjilati bibir dan tangannya setelah menghabisi makanan Shot. "sekarang, ceritakan padaku apa masalahmu." kata Furball sambil mendekati Shot.

"Pergi!!" gonggong Shot sambil melompat kearah Furball, membuat bulu kuduk Furball sekali lagi naik.

"Tenang kawan." kata Furball sambil berusaha menenangkan Shot, dan dirinya sendiri. "baiklah, aku tidak akan menanyakan lagi apa masalahmu. Namun, aura kesedihanmu harus dihilangkan. Kau harus berhenti merasa sedih."

"Oh ya? Aku harus?" gertak Shot. "Kau tidak tahu kesedihan yang kurasakan, dan kau tidak akan perduli. Atau apa aku harus mendemonstrasikannya pada mulut besarmu itu? Mari kita lihat apakah kau tidak sedih ketika ditinggal mulutmu yang hanya kau gunakan untuk mengeong dan makan itu."

"Tidak perlu galak, anjing. Aku tahu cara supaya menghilangkan kesedihanmu. Ikuti aku."

"Tidak, kau sendiri saja yang pergi!" gonggong Shot.

"Baiklah, kalau kau tidak mau menurutiku. Aku melakukan ini demi kebaikanmu." Furball melompat, dan Shot terkejut melihat gerakan lincah kucing gemuk itu. Furball mencakar kaki Shot, dan berlari melewati bawah kaki Shot. Shot tersentak, kemudian mengejar Furball.

Furball berlari ke sebuah pintu terbuka, menuju sebuah ruangan gelap. Shot menerjang ke ruangan itu, tetapi tidak melihat tangga turun. Itu ternyata tangga menuju ruang bawah tanah. Shot terjatuh dan berguling, hingga lantai paling bawah. Furball bangkit dari persembunyiannya di bawah undakan tangga, dan keluar dari ruang itu dan menutup pintu. "Cari dinding terdekat darimu dan lompat untuk menyalakan lampunya." kata Furball sebelum menutup pintu.

BERSAMBUNG

No comments:

Post a Comment