Tuesday, June 24, 2014

Caravan Town

Kecepatan 100 Km/jam. Konstan. Tidak naik, tidak turun. Bensin masih ada setengah tangki. Suhu mobil stabil. Jam 10:22 siang. Radio tidak menangkap sinyal apapun. Tentu saja, ini adalah tol di tengah padang pasir. Mau kuutak-atik sampai kapan juga radionya tidak akan bersuara.

Kulihat sebuah papan kecil di pinggir jalan yang berdebu ditengah padang gurun kering ini, bertuliskan Km 124. Berarti sudah 32 Km dari peristirahatanku yang terakhir. Melelahkan. Tak jauh di belakang papan kecil itu, terdapat papan besar bertuliskan “Caravan Town – 50 Km lagi”. Diatas tulisan itu ada gambar seorang koboi kartun dengan senyumnya lebar dengan ekspresi muka gembira, tapi malah jadi aneh, dan sebuah gerobak koboi. Mungkin aku akan beristirahat disana, mengingat aku sudah bergadang semalaman. Belum pernah dengan nama kota intu sebelumnya.

Tiba-tiba radioku mulai menangkap siaran. 13.3 FM, namun hanya suara kresek-kresek kecil. Semakin aku menyetir, perlahan suaranya semakin jelas, walaupun hanya sedikit. Sekali. Volumenya suaranya kukecilkan, tapi tidak sampai mati, siapa tauhu ada orang yang bersiaran.

Handphoneku berbunyi, sambil menyetir kulihat handphoneku mengingat jalanan benar-benar kosong melompong, kalau melenceng juga nabrak semak-semak. Di handphoneku hanya ada notification bahwa handphoneku akhirnya mendapat sinyal, walau hanya satu bar dari 5 bar yang ada. Kupikir untuk apa juga, toh aku sedang menyetir. Kutaruh kembali handphoneku dan fokusku ke jalanan dan setir.

Sudah 2 jam aku menyetir mobil ini. Daritadi kecepatanku konstan, 100 Km/jam. Namun, kok baru sampai Km 156? Heran juga. Mana bensin sedikit lagi di E. Untung di kejauhan terlihat tempat peristirahatan, meski hanya peristirahatan kecil. Hanya ada pom bensin dan sebuah swalayan kecil, beserta tempat parkirnya yang bisa menampung sampai 10 mobil.

Aku masuk ke peristirahatan itu, dan memarkir mobilku di depan tempat pengambilan bensinnya. Ada 3 mobil yang terparkir di tempat parkiran, dan ada sebuah mobil di tempat pengisian mobil selain mobilku. Namun, disana tidak ada orang. Mungkin mereka ada di dalam swalayan itu.

Setelah bensin mobilku kuisi sampai penuh, mobilku kutinggal sebentar untuk bayar bensinnya di kasir swalayan. Mumpung aku disini, sekalian saja beli makan siang. Kambil roti lapis kecil dingin di kulkas swalayan itu, dan sebotol air putih untuk menghilangkan haus. Aku beranjak ke kasir, dan baru kusadari kalau di kasirnya tidak ada orang sama sekali. Di swalayan inipun tidak ada orangnya. Padahal di pintunya ada tulisan “BUKA” dan penyejuk udaranya pun masih menyala dan sejuk.

Baiklah, ini mulai mengerikan. Karena aku orang jujur, aku membayar dengan meninggalkan uangku diatas meja kasir dan langsung pergi. Mobilku langsung kutancap gas meninggalkan peristirahatan itu, sambil berusaha menenangkan diri walaupun ada rasa panik. Tapi akhirnya aku bisa menenangkan diri, dan terus menyetir.

Jam menunjukkan pukul 12:39 siang, jadi aku makan sambil nyetir di mobil. Setelah itu aku minum sedikit dan terus menyetir. Sementara itu, sinyal radio rasanya semakin jelas namun masih kresek-kresek. Apa hanya perasaanku saja? Aku mengecek sinyal handphone, sudah terisi dua bar dari lima bar sinyal. Ku tak hiraukan rasa takutku, aku harus tetap menyetir kalau ingin sampai di Caravan Town.

Sudah satu jam lagi menyetir, namun aku baru berada di Km 165. Aku terus menyetir, sambil merasa bingung di dalam hati. Di sebelah kiri jalan, kulihat ada peristirahatan kecil lainnya. Ada dua buah mobil di tempat parkiran, dan di tempat pengisian bensinnya tidak ada mobil sama sekali. Swalayannya juga kelihatannya buka. Aku tidak lihat apakah ada orang atau tidak.

Tak berapa lama kemudian, handphoneku berbunyi lagi. Kulihat handphoneku sambil menyetir, dan ternyata ada SMS masuk dari seseorang bernama “Kepolisian Caravan Town”. Aneh, aku sama sekali merasa tidak pernah menyimpan nomor telepon siapapun yang ada di Kepolisian Caravan Town. Aku saja baru sekali ini dengar kota bernama Caravan Town. Kubuka SMSnya, dan ternyata ada pesan singkat berbunyi:

“Kepada pengendara mobil bernomor polisi 225 GGZ 3, ini adalah Kepolisian Caravan Town. Apakah anda hendak berkunjung dan singgah ke Caravan Town atau hanya lewat saja?”

Darimana orang-orang ini mendapatkan nomor teleponku? Dan jarang-jarang kepolisian suatu daerah hanya mengirimkan SMS untuk memastikan siapa-siapa saja yang hendak singgah atau berkunjung ke daerahnya. Aku memaksa otakku untuk berpikir logis, namun yang otakku pikirkan hanyalah hal-hal magis dan mistis. Terpaksa aku menepi sebentar untuk menjawab SMS itu. Aku menjawab:

“Saya hendak berkunjung sebentar, dan mungkin menginap. Saya segera akan ke kantor polisi terdekat di Caravan Town.”

Kukirim pesan tersebut, namun gagal. Kucoba berkali-kali, namun gagal kukirimkan. Karena khawatir, kucoba menelepon nomor mereka. Tidak ada yang mengangkat. Daripada berdiam diri disini sambil memikirkan hal-hal seram, aku memutuskan untuk meneruskan perjalananku.

Sudah tiga jam aku berkendara, dan ini sudah Km 174. Sudah 50 Km dari Km 142 dimana ada papan beruliskan Caravan Town tadi. Di sini tidak ada kota sama sekali, yang ada hanyalah sebuah papan besar lainnya bertuliskan “Caravan Town – 30 Km lagi” dan ada gambar koboi dan gerobak. Tulisan dan gambar itu tertimpa tulisan “PULANG SEKARANG” yang ditulis dengan cat semprot, dan wajah koboi itupun dicorat-coret dengan cat semprot dengan warna sama sehingga terlihat seperti wajah setan.

Dalam hati aku merasa ditipu. Semoga saja ini papan ini mengatakan yang sesungguhnya, benar-benar tinggal 30 Km lagi. Dan akupun meneruskan berkendara.

Tak jauh dari situ, aku melihat sebuah mobil dari arah yang berlawanan. Tak bisa kuungkapkan betapa leganya aku melihat mobil lain dari arah berlawanan. Aku melambatkan mobilku untuk menyapa mobil yang ada di kejauhan itu.

Satu hal yang aneh, mobil itu nampaknya tidak mendekat, hanya mobilkulah yang mendekat. Akhirnya mobilku berpapasan dengan mobil itu. Benar, mobil itu kosong. Dan tak seberapa jauh dari situ, ada mobil kosong lainnya, namun kali ini berada di pinggir jalan, satu arah dengan mobilku. Di dekatnya juga ada sebuah sepeda motor. Kurasa bukanlah hal yang aneh jika bulu kudukku merinding.

Sudah satu jam lagi aku berkendara, dan sekali lagi bensinku nyaris di E. Di kejauhan ada satu lagi peristirahatan. Aku melawan segala rasa takutku, dan segera menepi di peristirahatan itu. Aku mengisi bensinku sampai penuh, dan tiba-tiba aku mendapatkan sebuah ide cemerlang. Aku tidak akan membayar untuk bensin yang kali ini. Swalayannya juga tidak ada yang menjaga, sama seperti di peristirahatan sebelumnya. Dan syukur-syukur kalau ada polisi sungguhan yang mengejarku.

Jadi setelah aku mengisi bensin, aku langsung masuk ke mobilku dan tancap gas. Tidak ada polisi yang mengejarku, tidak ada pemilik toko yang meneriakkiku. Sunyi, hanya ada suara radio yang tidak lagi semakin jelas, tapi kresek-kreseknya semakin keras. Di saluran lain juga sama, hanya kresek-kresek yang terdengar.

Di handphoneku ada SMS lain yang masuk. Pengirimnya sama, dari Kepolisian Caravan Town. Isinya pun sama, menanyakan hal yang sama. Kali ini kudiamkan saja SMS itu.

Sudah Km 201, 3 kilometer lagi menuju Caravan Town. Awas saja kalau malah ada papan lainnya. Suara kresek-kresek di radio semakin keras, sehingga aku mematikan radioku. Di handphoneku juga sinyalnya menguat, sampai kelima bar sinyalnya terisi penuh. Setidaknya aku semakin yakin ada kota bernama Caravan Town. Jadi kuteruskan perjalananku.

Km 204. Seperti dugaanku, ada palang lainnya. Namun, kali ini palang ini tulisannya lain. “Anda sedang meninggalkan Caravan Town – Datang Lagi di Lain Waktu”. Segera setelah aku melewati papan itu, ada SMS lainnya yang masuk. Dari “???”. Isinya:

“Pulang sekarang. Semua orang mencari Caravan Town. Peringatan terakhir. Pulang sekarang, pengendara di dalam mobil sedan hijau.”

Sedan hijau. Itu mobilku. Handphoneku kulempar ke kursi di sampingku. Aku segera memutar arah mobilku. Mobilku juga kupacu lebih cepat. Aneh, lebih banyak mobil berserakan di pinggir jalan. Setelah kulewati semua mobil itu, aku melihat papan kecil lainnya. Kali ini bertuliskan Km 205.



(cerita ini adalah pindahan dari blog lama gua, Jobel Trobelator)

No comments:

Post a Comment